EKONOMI MANDIRI INDONESIA PART II
Halo agan dan sista mari kita lanjutkan
pembahasan perihal ekonomi mandiri Indonesia ya di pembahasan perihal ekonomi
mandiri Indonesia part I sudah dijelaskan pandangan para peneliti ekonomi dan
pembahasan singkat penjelasana pernyataan Profesor Sarbini Sumawinata (1983),
perihal ”Sejarah ekonomi kita adalah sejarah tanpa perubahan.” Pernyataan
demikian memang sangat satir dan terkesan hiperbolis. Namun, apabila dikaji
secara mendalam, perkembangan perekonomian Indonesia sejak kemerdekaan hingga reformasi
saat ini belum menunjukkan perubahan yang berarti.
Pada
judul ekonomi mandiri Indonesia part II saya mencoba menjelaskan cikal bakal
Indonesia memulai orde kemunduran ekonomi mandiri dan berlanjut hingga
pemerintahan saat ini. Ok mari kita mulai ya gan dan sista Mari
kita awali dengan pembahasan perihal perusahaan BUMN Berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan RI No.740/KMK 00/1989 yang dimaksud Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) adalah : Badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki Negara (Pasal 1 ayat
2a), atau badan usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki Negara tetapi
statusnya disamakan dengan BUMN yaitu (Pasal 1 ayat 2b)
1. BUMN
yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah.
2. BUMN
yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN lainnya.
3. BUMN
yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta nasional/asing dimana
Negara memiliki saham mayoritas minimal 51%. (Anoraga, 1995:1).
Kalo
agan dan sista mau melihat lebih lengkap Keputusan Menteri Keuangan RI diatas
bisa melihata melalui link sebagai berikut :
gimana
gan sudah dilihat lebih lengkap belum disana juga menjelaskan perihal Penjualan saham
BUMN dilakukan untuk memperbaiki struktur permodalan perusahaan dan atau
mendukung pengembangan usaha serta memperluas partisipasi masyarakat dalam
pemilikan dan pengawasan BUMN dimana agan dan sista bisa melihat pada bagian ke
empat (Penjualan BUMN) pada pasal 12 sebagai berikut isinya :
Pasal 13
(1).
Penjualan saham BUMN hanya dilakukan melalui pasar modal yang sepanjang
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pasar
modal.
(2).
Penjualan saham BUMN melalui penempatan langsung (direct placemen) hanya di
lakukan untuk BUMN yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
Pasal 14
(1).
Menteri mengeluarkan persetujuan tentang penjualan saham BUMN dengan menetapkan
cara penjualannya melalui pasar modal atau penempatan langsung.
(2).
Penjualan saham BUMN melalui penempatan langsung diatur secara tersendiri oleh
Menteri.
(3).
Pelaksanaan penjualan saham BUMN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ok
mari kita lanjutkan kembali pembahasannya ya gan betul tidak sis terlepas dari
namanya yang berbeda-beda, agan dan sista patut mengetahui bahwa BUMN sudah ada
di Indonesia sejak zaman perang dulu. Nah kini Setelah kemerdekaan maka cangkupan
bidang yang dicakupi oleh BUMN pun bertambah banyak, sesuai yang saya bahas
diatas yaitu mencangkup Pasal 33 UUD 1945 mengamankan, bahwa “cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara”. Tetapi memang ada kebutuhan ekonomi yang nyata untuk kehadiran
BUMN itu di berbagai bidang.
Namun
kini pemerintah melalui UU 1/1967, secara resmi pemodal asing pertama kali dapat
menginvestasikan modalnya di Indonesia dengan iming – iming keringanan pajak. Seperti
yang kita ketahui agan dan sista dalam Sektor-sektor pertambangan dikelola oleh
perusahaan Amerika cs (Inggris, Prancis dkk). Dan kepemilikan saham – saham
perusahaan BUMN kini makin marak dan kini pemerintah hanya memiliki sebagain
nilai saham terhadap perusahaan BUMN pada tersebut.
Sementara
itu, pemerintah Soeharto masih mempertahankan sektor-sektor penting bagi
negara. Dan awal mula ORDE PRIVATISASI PERUSAHAAN BUMN dimulai semenjak muncul muncul
Pasal 3 UU 6/1968 yang berbunyi :
Perusahaan
nasional adalah perusahaan yang sekurang- kurangnya 51% daripada modal dalam
negeri yang ditanam didalammnya dimiliki oleh Negara dan/atau, swasta nasional
Persentase itu senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari
1974 menjadi tidak kurang dari 75%. Perusahaan asing adalah perusahaan yang
tidak memenuhi ketentuan dalam ayat 1 pasal ini.
Nah
gimana gan kini sudah mengetahuikan cikal bakal Negara kita ini menagalami
kemunduran atas kemandirian ekonomi yaitu akibat dari pasal diatas, maka dimulaialah
ZAMAN dimana PIHAK ASING diperbolehkan untuk memiliki perusahaan strategis
negara yang menguasai hajat hidup
orang banyak.
Inilah
cikal bakal privatisasi di bumi Indonesia yang tujuan awalnya mulia yakni
membangkitkan ekonomi negara ditengah minimnya modal dalam negeri. Disisi lain,
privatisasi kepemilikan perusahaan negara kepada rakyatnya (bukan kepada saing)
secara tidak langsung memang merupakan implementasi dari ekonomi
kekeluargaan (koperasi). Jadi sejarah privatisasi pertama kali di Indonesia
adalah ketika diterbitnya UU no 6/1968 pada tanggal 3 Juli 1968.
Perlu
diketahui oleh agan dan sista juga alasan dilakukannya privatisasi pada zaman
Suharto dahulu adalah karena PUDARNYA KEYAKINAN TERHADAP TEORI NEGARA
KESEJAHTERAHAN SEPERTI YANG DIPERKENALKAN OLEH JOHN MAYNARD KEYNESS (1883-1987)
yang juga merupakan arsitek Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
Premis
dasarnya adalah bahwa menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan sebagai kegiatan
ekonomi, apalagi yang strategis, kepada Negara adalah sia-sia. Privatisasi
seluruh kegiatan ekonomi adalah jawaban untuk meningkatkan jaminan
kesejahteraan masyarakat, karena dengan demikian mereka akan menjadi lembaga
yang harus bersaing.
Perlu
agan dan sista ketahui Secara membudaya, privatisasi BUMN-BUMN strategis
Indonesia pertama kali terjadi pada masa Pemerintahan
Soeharto ke-5 yakni tahun 1991. Meskipun cikal bakal privatisasi umum
telah diundangkan pada tahun 1968, namun 1991 menjadi tahun dimana satu persatu
perusahaan negara diprivatisasi secara kontinyu.
Dahulu
pada zaman orde lama Suharto Atas desakan IMF, pemerintah dipaksa menjual
BUMN-BUMN yang cukup potensial di masa-masa mendatang hanya untuk menutup
defisit APBN. Selain menjadi sapi perah pejabat negara, BUMN diobral kepada
investor asing demi mendapatkan utang baru dari IMF cs.
Sesungguhnya
privatisasi BUMN memiliki tujuan sebagai berikut :
- Agar BUMN tersebut lebih maju dan profesional karena jadi swasta (bukan bermental mental pegawai negeri).
- Mengurangi campur tangan pemerintah dalam perekonomian.
- Mengurangi subsidi pemerintah terhadap BUMN
- Hasil privatisasi dapat digunakan untuk membangun BUMN baru atau proyek strategis lain untuk kesejahteraan rakyat.
Namun
fakta yang terjadi selama ini justru menunjukkan betapa BUMN lebih banyak
dijadikan sebagai sapi perahan buat para pejabat negara yang sedang berkuasa.
Dengan penggunaan teori principal-agent maka nuansa politis sangat
kental dalam BUMN, dikarenakan manajemen perusahaan tidak harus tunduk dan
loyal kepada pemilik saham.
Menurut Moeljono, 2004 : 51 :
Berbagai
kepentingan politik aktif bermain, yang ujung-ujungnya menyebabkan BUMN
tereksploitasi oleh politisi. Celakanya, para petinggi perusahaan itu juga
cenderung menikmati perahan tadi dan mereka juga kebagian hasil yang
tidak kecil. Alhasil, kebanyakan BUMN yang ada menjadi sakit dan fakta itu
bertahan sepanjang sejarah adanya BUMN di negeri ini.
Mari
kita bahas contoh – contoh penjualan asset BUMN ke pihak asing dimulai gencar
menjual asset BUMN yaitu Megawati, dimana yang telah kita ketahui tim
ekonominya terdiri dari Menko Perekonomian Dorodjatun, Menkeu Boediono, dan
Meneg BUMN Laksama Sukardi melakukan privatisasi BUMN secara cepat (fast-track
privatization) dimana hanya
untuk menutup anggaran dengan tanpa mempertimbangkan aspek ekonomis dari BUMN
yang bersangkutan. Cara yang dipilih oleh pemerintahan ibu megawati yaitu
dengan menggandeng mitra strategis (melalui
strategic sale) dalam proses privatisasi.
Atas
cara yang dipilih oleh era megawati maka pada semester pertama pemerintahannya,
pemerintahan Megawati sudah berhasil menjual 7 BUMN yang masih aktif mengisi kas
negara sebesar Rp 3,5 triliun per tahun. Ketujuh BUMN tersebut yaitu Indosat,
Kimia Farma, Indofarma, Indocement Tunggal Prakarsa, Tambang Batubara Bukit
Asam, Angkasa Pura II, dan Wisma Nusantara dilelang tahun itu.
Selanjutnya
pemerintahan Megawati juga melego perusahaan telekomunikasi Negara: Telkom.
Pemerintah saat itu beralasan penjualan untuk menambal tekor Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Penjualan
PT Indosat dan Telkom paling disoroti masyarakat. Dengan prospek positif
industri telekomunikasi di Indonesia, dua perusahaan raksasa itu sempat
mendatangkan keuntungan yang berlimpah. Seperti yang tercatat dalam bursa saham
dimana nilai saham kedua perusahaan tersebut pernah mencapai Rp 26,740 triliun
Namun
sayang keuntungan itu justru masuk ke dalam saku Temasek, BUMN Singapura yang
menguasai saham Indosat dan Telkom. Berbagai saham BUMN lain yang strategis
berhasil dijual diera Megawati. Sebut saja penjualan saham Perusahaan Gas
Negara sebesar Rp 7,34 triliun melampaui dari target semula yaitu Rp 6,5
triliun. Privatisasi Bank Mandiri dengan nilai Rp 2,5 triliun dan Bank Rakyat
Indonesia Rp 2,5 triliun.
Kesangsian
masyarakat terhadap klaim Megawati atas ekonomi kerakyatan dan perlawanan
terhadap neoliberalisme adalah tindakannya menjual sejumlah badan usaha milik
negara. Dibantah oleh kubu megawati dengan mengeluarkan statement sebagai
berikut.
Jika
ada beberapa BUMN yang diprivatisasi di era Habibie dan Gus Dur, dengan
berpatokan pada perjanjian MEFP yaitu kesepakatan dengan IMF pada 31 Oktober
1997 untuk menangani krisis keuangan yang tengah berlangsung, rejim Orde Baru
telah dipaksa untuk menjalankan seluruh rekomendasi yang terdapat dalam
Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP). Kerangka kesepakatan yang
ditandatangani Suharto dengan IMF pada 31 Agustus 1997 ini menjadi titik awal
untuk menghasilkan rangkaian kesepakatan lainnya dalam bentuk kesepakatan letter
of intent sebagai persayaratan (conditionality) terhadap
pemberian bantuan keuangan yang diberikan IMF. Swastanisasi dan penalangan
utang swatsa adalah bagian dari produk kebijakan yang dihasilkan di bawah
kerangka kesepakatan IMF tersebut yang dikenal dengan paket stand by
arrangement dan ditandatangani pada
masa Suharto ini telah dilanjutkan juga oleh pemerintahan Habibie. Walau hanya
memerintah selama setahun, pemerintah transisional Habibie (21 Mei 1998 – 20
Oktober 1999) telah menyepakati sebanyak 7 kesepakatan dengan IMF (Letter of
Intent – LoI), masing-masing tertanggal 29 Juli 1998, 11 September 1998, 19
Oktober 1998, 13 November 1998, 16 Maret 1999, 14 Mei 1999 dan 22 Juli 1999.
Demikian juga halnya dengan masa pemerintahan Gus Dur. Pemerintahan yang
merupakan produk dari koalisi poros tengah ini juga telah menghasilkan
kesepakatan lanjutan. Selama kurun waktu dari 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli
2001, setidaknya terdapat empat kesepakatan yang dihasilkan oleh pemerintahan
Gus Dur.
Namun
di bantah kembali oleh masyarakat dimana terdapat dalam tim ekonomi yang sangat
patuh pada IMF di pemerintahan Megawati berhasil memprivatisasi aset-aset
strategis negara seperti Telkom, Indosat, PT BNI, PT Batu Bara Bukit
Asam. Penjualan BUMN tersebut dengan harga yang terlalu kecil jika dibanding
prospek (2 tahun kemudian) yang memiliki kinerja yang sangat baik,
yang menghasilkan keuntungan yang besar bagi para pemegang saham.
Begitu
juga penjualan bank-bank di BPPN dengan sangat murah, dimana hampir di setiap
transaksi merugikan negara triliun rupiah. Inilah salah satu keberhasilan IMF
untuk mendikte Indonesia melalui tim ekonomi yang berhaluan Mafia Berkeley,
yang berpaham neoliberalisme.
Pada
semester pertama pemerintahannya, pemerintahan Megawati sudah menjual 7 BUMN
yang masih aktif mengisi celengan negara Rp 3,5 triliun per tahun. Indosat,
Kimia Farma, Indofarma, Indocement Tunggal Prakarsa, Tambang Batubara Bukit
Asam, Angkasa Pura II, dan Wisma Nusantara dilelang tahun itu. Selanjutnya
pemerintahan Megawati juga melego perusahaan telekomunikasi Negara: Telkom.
Pemerintah saat itu beralasan penjualan untuk menambal tekor Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Penjualan
PT Indosat dan Telkom paling disoroti masyarakat. Dengan prospek positif
industri telekomunikasi di Indonesia, dua perusahaan raksasa itu sempat
mendatangkan keuntungan yang berlimpah. Betapa tidak, saham kedua perusahaan
itu pernah loncat hingga Rp 26,740 triliun. Sayang keuntungan itu justru masuk
kantong Temasek, BUMN Singapura yang menguasai saham Indosat dan Telkom.
Berbagai saham BUMN lain yang strategis berhasil dijual diera Megawati. Sebut
saja penjualan saham Perusahaan Gas Negara sebesar Rp 7,34 triliun melampaui
dari target semula yaitu Rp 6,5 triliun. Privatisasi Bank Mandiri dengan nilai
Rp 2,5 triliun dan Bank Rakyat Indonesia Rp 2,5 triliun.
Namun
patut kita akui juga ada juga sejumlah keberhasilan Laksamana dalam pengelolaan
BUMN. Dimana Negara kita mendapatkan setoran dividen 50% dari semua laba BUMN
ke APBN. Hasilnya, setiap tahun, pemerintah bisa mendapat suntikan dana lebih
dari Rp 6 triliun. Pemerintah juga bisa mendapat pajak yang cukup besar dari
hasil penjualan sebagian BUMN tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah di
zaman Laksamana pula, muncul kesan tentang penguasaan BUMN demi kepentingan
partai politik. Makanya, banyak proses privatisasi yang dicurigai mengandung
kepentingan tertentu.
Untuk
di jaman pemerintahan SBY perihal penjualan saham BUMN dengan cara privatisasi
melalui IPO tercatat selama periode 2006 sd 2013 pemerintahan pak SBY dengan
menteri Dahlan Iskan Perusahaan BUMN yang telah di privatisasi oleh pemerintah pak
SBY adalah sebagai berikut :
Tahun
2006 :
- PT PGN,Tbk
- PT BNI,Tbk
Tahun
2007 :
- PT Jasa Marga ,Tbk
- PT Wijaya Karya, Tbk
Tahun
2009 :
- PT BTN,Tbk
- PT Pembangunan Perumahan,Tbk
- PT Krakatau Steel,Tbk
Tahun
2010 :
- PT BNI,Tbk
- PT Kertas Blabak
- PT Intirub
- PT Garuda Indonesia,Tbk
- PT Bank Mandiri, Tbk
Tahun
2011 :
- PT Kertas Basuki Rachmat
- PT Atmindo
- PT Jakarta International Hotel Development, Tbk
Tahun
2013 :
- PT Asuransi Jasa Indonesia,
- Bank Tabungan Nasional,
- Jakarta Lloyd,
- Krakatau Steel,
- Industri Sandang,
- PTB Inti,
- Rukindo,
- Bahtera Adi Guna,
- PT Perkebunan Nusantara III,
- PT Perkebunan Nusantara IV,
- PT Perkebunan Nusantara VII,
- Sarana Karya.
- Semen Batu Raya,
- Waskita Karya,
- Sucofindo,
- Surveyor Indonesia,
- Kawasan Berikat Nusantara,
- Kawasan Industri Medan,
- Kawasan Industri Makasar,
- Kawasan Industri Wijaya Kusuma,
- BNI Persero,
- Adhi Karya,
- Pembangunan Perumahan (melalui IPO),
- Kawasan Industri Surabaya,
- Rekayasa Industri.
- PT Dirgantara Industri,
- Boma Vista,
- PTB Barata,
- PTB Inka,
- Dok Perkapalan Surabaya,
- Dok Perkapalan Koja Bahari,
- Biramaya Karya,
- Yodya Karya,
- Kimia Farma dan Indo Farma
- PT Kraft Aceh, dan
- Industri Kapal Indonesia. .( Seruu.com, 2 Maret 2013)
Sangat
mencengankan kalo kita melihat jumalah BUMN yang telah di privatisasi oleh Pemerintahan
pak SBY selama 10 tahun ini. Kini kita sebagai masyarakat umum hanya tinggal
menunggu perusahaan BUMN manakah yang mau di jual kembali kepihak asing pada
pemerintahan yang baru ini.
Masihkah
kita mengatakan pemerintahan ini berasaskan kekeluargaan dan memenuhi hajat
orang banyak sesuai tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 diatas pada pembahasan
ekonomi mandiri part I kemarin.
Seperti
yang kita ketahui kekuatan ekonomi di tunjang atas pengusaan asset-aset yang
memiliki hajat orang banyak di kuasai oleh pihak asing maka keuntungan yang
dihasilkan oleh asset-aset Negara yang telah terprivatisasi tersebut secara
otomatis akan masuk ke kantong-kantong para Negara investor tersebut dan
keuantungan yang diperoleh Negara berupa deviden saham atas asset-aset BUMN
tersebut akan mengalami penurunan sesuai dengan jumlah proposi saham yang
dikuasai oleh pemerintah.
Ada
dampak paling buruk selain deviden saham tersebut masuk ke dalam kas Investor
yaitu krisis ekonomi kembali seperti tahun 1998 dimana para investor menarik
dana investasi mereka secara serentak sehingga Indonesia mengalami gunjang
ganjing kehampaan dana kas Negara sehingga harga-harga kebutuhan pokok akan
mengalami kenaikan dan nila mata uang rupiah melemah terhadap nilai dollar
amerika.
Inilah yang dikatakan oleh aviliani keadaan
ekonomi Indonesia dalam keadaan bublle economy yang dimana telah saya lakukan pembahasan
ekonomi beberapa waktu lalu yang telah saya bahas di ekonomi mandiri Indonesia part
I.
Akhir kata saya akhiri pembahasan
ekonomi madiri Indonesia part II insya
allah akan saya lanjutkan esok hari dengan topik yang sama yaitu ekonomi
mandiri Indonesia part III dimana didalamnya insya allah akan saya bahas dalam
sudut solusi atau dalam pembahasan sistem ekonomi mandiri yang pantas di Indonesia.
saya selaku bloger memohon maaf apabila dalam pembahasan diatas dalam kata-kata
yang saya tuliskan menyakiti hati kawan wassalamu’alaikum wr…wb…
Salam Perubahan dari saya
Arief Tri Setiaji,S.E
Referensi
gambar :
http://www.kaskus.co.id/thread/52427e760d8b46a751000002/sby-yang-royal-ngobral-bumn-tapi-utang-negara-malah-nambah/1
Referensi Tulisan :
http://www.pemiluindonesia.com/berita-pemilu/privatisasi-di-era-megawati-karena-krisis-ekonomi.html
http://liputanislam.com/opini/lomba-privatisasi-bumn-siapa-menang/
0 komentar:
Post a Comment